4Wayang Orang Ngesti Pandowo (2001 -2015): Kajian Tentang Manajemen Seni Pertunjukan membentuk Yayasan Wayang Orang Ngesti Pandowo. Pada tahun 2001 Ngesti Pandowo diberi kesempatan oleh pemerintah daerah setempat untuk menggunakan sebuah gedung pertunjukan di TBRS sampai sekarang. Pada masa sekarang ini Ngesti Pandowo berhak
p align="left">Kehidupan masyarakat Jawa yang penuh dengan tradisi mulai mengalami perubahan ketika Islam memasuki pulau Jawa. Para pembawa dan penyebar Islam mencari celah di antara kekuatan animisme dan dinamisme, berbagai saluran dan upaya dilakukan untuk memasukan ajaran Islam masuk ke Jawa, penduduk Jawa sarat dengan kehidupan mistik yang diwujudkan dalam upacara-upacara tradisi pemujaan roh nenek moyang. awal timbulnya wayang erat hubungannya dengan pemujaan roh leluhur yang disebut hyang. Untuk menghormati dan memujanya agar selalu dilindungi dilakukan berbagai cara, salah satu dengan pertunjukan bayang-bayang. Pertunjukan bayang-bayang roh leluhur ini terus dilakukan sehingga menjadi suatu tradisi dalam masyarakat agraris. Kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan, merupakan bentuk aktivitas manusia dalam tujuan tertentu, oleh karena itu seni mengkomunikasikan nilai yang mendasari tindakan manusia. Salah satu bentuk kesenian itu adalah pergelaran wayang kulit. Dimana bentuk kebudayaan dari wayang dilambangkan dengan tokoh punakawan. Sedangkan inti pokok dari kebudayaan adalah cipta, rasa dan karsa. bagaimana asal usul kesenian wayang kulit, Pengertian tentang wayang kulit, sejarah fungsi dan peranan Wayang kulit pada masa Walisongo dan masa sekarang. Kata kunci wayang, seni pertunjukan, sejarah wayangttabel 7,712 > 2,262 maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat perbedaan yang signifikan dari hasil data tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa metode mendongeng wayang kulit berpengaruh terhadap keterampilan menyimak anak kelompok B di RA As-Sidiq Desa Giriyoso Jayaloka Musi Rawas.... Bentuk dari angan-angan misalnya orang baik, digambarkan badanya kurus, mata tajam, dan seterusnya. Sedangkan orang yang jahat bentuk mulutnya lebar, mukanya lebar, dan seterusnya, sedangkan kulit menunjuk pada bahan yang digunakan Marina Pustpitasri dalam Anggoro, 2018. ... Meidawati SuswandariTujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan upaya untuk menjaga eksistensi wayang suket sebagai identitas budaya Kota Satria. Penulisan ini dilakukan melalui studi pustaka. Obyek penelitian ini adalah wayang suket dan identitas budaya. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan penelusuran jurnal-jurnal yang terdapat pada beberapa media elektronik seperti digital library, internet, dengan melalui Google Cendekia. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis anotasi bibliografi annotated bibliography. Hasil penelitian menunjukan bahwa upaya untuk menjaga eksistensi wayang suket sebagai identitas budaya Kota Satria melalui pelestarian budaya dalam bentuk permainan ular tangga dengan tema wayang, gantungan kunci dibuat dari kulit seperti ingin membuat wayang, tetapi ukurannya lebih kecil, penayangan wayang suket di bioskop, dan peran pemerintah adalah mendukung penayangan wayang dengan membantu menyuplai dana dan membantu sosialisasi kepada masyarakat.... Sebagai warisan budaya, wayang sasak dahulu berfungsi sebagai media dakwah untuk menyebarkan agama islam di Pulau Lombok Perovinsi Nusa Tenggara Barat. [1]Cerita dalam wayang sasak bersumber dari serat menak yang mengadopsi cerita dari Persia tentang hikayat Amir Hamzah. Selain berfungsi sebagai media dakwah, wayang sasak juga berfungsi sebagai media hiburan yang sering di pentaskan dalam acara syukuran seperti acara pernikahan, hitanan, dan bahkan berkembang sebagai media untuk mengkampanyekan program-program pihak pemeritah maupun swasta, [2] baik program secara pribadi maupun kelompok. ...Lalu Ade SukmajayadiSunardy KasimMuhammad ArfaThe Sasak puppet character as the idea for designing a visual platform game entitled Adventure Of Jayangrana is based on the desire to introduce the Sasak wayang art in the form of games to the younger generation. With this design, it is hoped that the younger generation can get to know the Sasak puppet characters and motivate the younger generation to preserve traditional arts, especially Sasak puppetry as an effort to develop a Sasak culture in contemporary media. The characters in the Sasak puppets are packaged in a contemporary form by adopting them into the form of a platform game visual design entitled Adventure Of Jayangrana. The results of this game's visual concept design are character design, layout design, character animation, and background design. Keyword Game, Platformer, Sasak puppet... Karya seni wayang harus ditempatkan dalam konteks budaya, Wayang disosialisasikan dan dienkulturisasikan secara turun-temurun dari generasi ke generasi, sehingga dengan cara demikian, wayang tetap hidup dan menjadi tradisi Budaya. Anggoro, 2018 dalam artikelnya menyatakan bahwa pagelaran wayang kulit merupakan salah satu bentuk kesenian yang melambangkan tokoh punakawan. Berbeda halnya dengan artikel ini dimana didalam artikel ini membahas bahwa wayang tidak hanya sekedar karya seni tetapi juga sebagai media untuk menyisipkan informasi penting dan menanamkan ajaran tata susila serta memberikan pemahaman tentang nilai-nilai ajaran agama dimana pada artikel ini difokuskan untuk membahas nilai-nilai pendidikan agama Hindu yang terkandung didalam pagelaran wayang kulit yang diselenggarakan pada hari raya Tumpek Wayang. ...I Made Ardika YasaWayang sering dipandang sebelah mata hanya dilihat dari segi seni dan hiburan saja namun dibalik hal tersebut pagelaran wayang sangatlah penuh akan manfaat serta makna simbolis jika dikaji dengan sudut pandang agama Hindu. Didalam pagelaran wayang tidak hanya menampilkan pertunjukkan yang berbau humor saja namun juga menyisipkan nilai-nilai pendidikan agama Hindu, etika, moralitas dan tidak itu saja pagelaran wayang juga sering digunakan sebagai media penerangan masyarakat pada era tahun 90-an dimana pagelaran wayang didalam penayangannya disisipi pesan atau informasi terkait program penting yang akan dilaksanakan oleh pemerintah seperti program Keluarga Berencana KB, pembangunan, pemilihan umum, Koperasi dan lain sebagainya. Pada Era digitalisasi saat ini pagelaran wayang tidak lagi ditayangkan secara konvensional lagi dimana penayanganya di lapangan atau gedung yang hanya dapat dinikmati oleh khalayak yang hadir mengunjungi tempat diselenggarakannya pagelaran wayang tersebut tetapi dapat ditayangkan secara langsung pada media sosial seperti Facebook, youtube, Istagram dan media sosial lainnya sehingga penayangannya dapat diakses oleh khalayak ramai dimanapun mereka berada. Namun terkadang pagelaran wayang tidak mendapat perhatian sebab dianggap sudah usang tidak layak digunakan lagi pada masa sekarang ini, namun realitanya pagelaran wayang merupakan salah satu media penyampaian informasi yang efektif untuk menyisipkan pesan moral, etika ataupun program pemerintah dikala fenomena masyarakat kita yang haus hiburan sangat antusias dalam menghadiri event bernuansa hiburan yang diselenggarakan baik secara online maupun offline.... It has grown with traditional societies in the post-colonial era, the Dutch East Indies Downes, 2012. It even has its place as a medium for preaching in the Walisongo era Anggoro, 2018. Edward Gordon Craig describes wayang as becoming popular in the early 19th century until Richard Teschner adapted it for staging purposes on European stages Cohen, 2007. ...Agus PurwantoroNadia Sigi PrameswariRoziani Binti Mat Nashir Mohd NasirThis study explores the development of innovative wayang craft designs in Magelang, Central Java, Indonesia. This is necessary research because wayang functions as a medium of contextual communication between the puppeteer and an audience by transmitting the values of life through entertainment. However, it is rare to find all-night-long wayang performances currently; there is a considerable probability of this craft going extinct in the next few years. This is a research and development method. The type of research and development uses the ADDIE model. Data collection techniques were carried out through interviews, observations, and documentation of Wayang Godhong. The respondents were tobacco farmers and puppeteers in Magelang City, Central Java Province, Indonesia. The result led to the development of Wayang Godhong design which adopts the structures and shape of tobacco leaves. Despite the use of this leaf, the message “smoking is violated” is boldly written on its body. The researcher also implemented the Wayang Godhong product through a puppet show entitled “Smoking Violated” performed on youth and social activists in Magelang Regency. The message from the show is social criticism to the public of the prohibition on smoking in public places, which is still being violated. The results showed that the public accepted the Wayang Godhong performance and positively impacted public knowledge and awareness regarding the prohibition of smoking in public places.... Salah satu kebudayaan di Indonesia yang telah dikenal oleh masyarakat Jawa sejak kurang lebih 1500 tahun yang lalu adalah kesenian wayang. Menurut [1], pada mulanya wayang ini merupakan kebudayaan yang dimainkan dengan bayang-bayang dan dikenalkan oleh orang-orang hindu terhadap kebudayaan Jawa dan digunakan sebagai pemujaan terhadap roh leluhur. Wayang dibedakan menjadi 2 jenis yaitu wayang orang yang diperankan langsung oleh orang dan wayang boneka yang digerakkan oleh seorang dalang. ...The development of technology is inversely proportional to cultural preservation in Indonesia. One of Indonesia's cultures which creates character through the advice and stories is a puppet. But this culture shows less because the devotees have decreased. This makes young people not knowing the names of puppet figures. The introduction of digital images of puppets through the system is very necessary to introduce to the generation of millennial children, bearing in mind that at this time people are familiar with the technology. This recognition is through the image classification of puppet figures with classification algorithms that have been trained previously with puppet images that have been labeled before. To recognize various puppet figures well, a good model is needed. The quality of the model can be measured by the accuracy, precision, and recall variables in the model testing. Several factors influence the formation of the model, including the rise of the dataset, number of iterations epoch in learning, and of course the treatment of data before it is used in the process of forming the model. This study used 400 datasets which are divided into 4 classes which will be trained using CNN Convolutional Neural Network algorithm to produce a model. Based on the results of experiments obtained the best accuracy of 97%, 93% precision, and 87% recall by applying a combination of augmentation, changing the image to grayscale in preprocessing stage, the use of 8020 dataset ratio and 100 epoch is a very significant effect in increasing accuracy. Abstract-Semakin berkembangnya teknologi berbanding terbalik dengan perkembangan pelestarian kebudayaan di Indonesia. Salah satu kebudayaan Indonesia yang bermanfaat membentuk karakter melalui nasihat dan cerita di dalamnya adalah wayang. Akan tetapi kebudayaan ini semakin jarang terlihat pertunjukkannya dikarenakan peminatnya telah berkurang. Hal tersebut mengakibatkan anak-anak muda tidak mengenal nama tokoh-tokoh pewayangan. Pengenalan citra digital tokoh pewayangan melalui sistem sangat diperlukan untuk mengenalkan kepada generasi anak milenial, mengingat saat ini masyarakat telah terbiasa dengan teknologi. Proses pengenalan ini melalui proses klasifikasi citra tokoh wayang dengan algoritma klasifikasi yang telah dilatih sebelumnya dengan data-data citra wayang yang telah diberi label sebelumnya. Untuk dapat mengenali berbagai tokoh wayang dengan baik dibutuhkan model yang baik. Kualitas model dapat diukur dengan variabel akurasi, presisi dan recall pada proses pengujian model. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan model, diantaranya adalah raiso pembagian dataset, jumlah perulangan epoch dalam pembelajaran dan tentunya perlakuan terhadap data sebelum digunakan dalam proses pembentukan model. Pada penelitian ini digunakan dataset sebanyak 400 data yang terbagi ke dalam 4 kelas yang akan dilatih menggunakan algoritma CNN Convolutional Neural Network untuk menghasilkan model. Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan didapatkan akurasi terbaik sebesar 97%, presisi 93% dan recall sebesar 87% dengan menerapkan kombinasi augmentation, mengubah citra menjadi grayscale pada tahap preproccessing, penggunaan rasio dataset 8020 dan epoch sebesar 100 sangat berpengaruh signifikan dalam meningkatkan nilai akurasi.... Wayang tidak hanya sebatas dijadikan sebagai media komunikasi untuk memahami kehidupan, namun juga dijadikan sebagai simbolisme pandangan hidup yang tertuang dalam alur cerita yang ditampilkan. Wayang ialah kategori pertunjukan menggunakan bayangan yang melambangkan sifat perwatakan manusia dan mengandung nilai filosofis, pedagogis, historis, dan simbolis Anggoro, 2018. Pada hakekatnya seni pewayangan mengandung konsepsi yang dapat dipakai sebagai pedoman sikap dan perbuatan dari kelompok sosial tertentu. ...... TPA Punakawan ini memadukan pembelajaran agama dan budaya melalui media wayang. Wayang sebenarnya telah digunakan oleh Walisongo untuk mendakwahkan Islam di tanah Jawa Anggoro, 2018. Adapun pemilihan tokoh Punakawan karena memiliki karakter tokoh yang berbeda-beda yang dapat menggambarkan beberapa akhlak mulia seperti bijaksana, dapat dipercaya, jujur, panjang akal, luas nalar, berperilaku tenang, serta berani menghadapi segala keadaan dan permasalahan rumit, dan pernah digunakan oleh Sunan Kalijaga dalam mendakwahkan Islam. ...Raden Muhammad RidhwanMuhammad Willian SusiloEka Bimasakti Sugito SugitoAbstrak Pengabdian kepada masyarakat ini bermula dari permasalahan tidak aktifnya Taman Pendidikan Al Qur'an TPA di Masjid At Taqwa, Desa Temuwuh Lor, Kabupaten Sleman yang disebabkan oleh rendahnya minat anak untuk belajar, rendahnya kesadaran orangtua akan pentingnya pendidikan agama bagi anak, dan kurang aktifnya para pengajar. Melihat pentingnya TPA sebagai sarana pengembangan kecerdasan spiritual anak dan pentingnya kesadaran anak akan kearifan lokal dari budaya wayang, maka kami berinisiatif membentuk "TPA PUNAKAWAN" yang bertujuan untuk meningkatkan minat anak dalam belajar agama dan budaya di TPA sehingga dapat meningkatkan kecerdasan spiritual yang berbasis agama dan kearifan lokal. Dengan menggunakan metode pemberdayaan partisipatif yang bermitra dengan takmir masjid dan remaja masjid At Taqwa Temuwuh Lor, pengabdian masyarakat ini berhasil melaksanakan serangkaian kegiatan yang meliputi penyuluhan untuk orang tua santri, pelatihan bagi pengajar TPA, pengajaran di TPA dengan menggunakan modul pembelajaran dan media wayang serta permainan tradisional, melengkapi sarana TPA dengan Pojok Budaya, dan menjaga keberlanjutan program dengan terbentuknya pengurus TPA Punakawan. TPA Punakawan telah berhasil meningkatkan minat belajar anak ke TPA dan meningkatkan pemahaman agama serta kearifan lokal yang ada dalam wayang Punakawan. Venny EkowatiDarmiyati ZuchdiPenelitan ini bertujuan untuk menganalisis aliran filsafat pendidikan yang terdapat dalam buku ajar bahasa Jawa “Pustaka Basa” untuk kelas VIII SMP. Penelitian ini menggunakan desain penelitian analisis konten inferensial. Prosedur analisis konten yang dilakukan adalah 1 pengadaan data, 2 reduksi data, 3 inferensi dengan berusaha sebaik mungkin agar tidak mengurangi makna simboliknya dan menggunakan konstruk analitis, dan 4 analisis data. Analisis data menggunakan analisis kualitatif ranah konseptual. Validitas data menggunakan validitas semantis sedangkan reliabitiasnya menggunakan test-retest reliability. Hasil penelitian menunjukkan adanya enam aliran filsafat dalam sumber data, yaitu 1 perenialisme, 2 esensialisme, 3 progresivisme, 4 realisme, 5 eksistensialisme, dan 6 humanis religius. Study of educational philosophy in the Javanese text book “Ajar Basa” for class VIII junior high school AbstractThis research aims to analyze the educational philosophy contained in the Javanese textbook "Ajar Basa" for class VIII SMP. This research uses inferential content analysis research design. The content analysis procedures performed are 1 data procurement, 2 data reduction, 3 inference by trying as best as possible so as not to reduce its symbolic meaning and using analytical constructs, and 4 data analysis. Data analysis uses qualitative conceptual analysis. Data validity uses semantic validity while reliability uses test-retest reliability. The results showed six philosophical streams in the data source, namely 1 perennialism, 2 essentialism, 3 progressivism, 4 realism, 5 existentialism, and 6 religious humanists. Syafieh SyafiehM. AnzhaikanThis article aims to discuss the root of the discourse of religious moderation in various religious traditions in Indonesia. As a multicultural country with diverse ethnicities, races, religions, and cultures, religious tolerance is significant for maintaining religious harmony. Recently, the Indonesian government is greatly promoting and mainstreaming religious moderation programs to prevent any political tension and conflicts among religious groups. The government’s idea of religious moderation is seen as not accommodating all of the religious beliefs held by the Indonesian people. In this regard, this article examines how the language of religious moderation has evolved in each of various Indonesia’s religious traditions. Islam, Hinduism, Buddhism, Catholicism, Protestantism, and Confucianism are the official religions recognized by the state. Using discourse analysis, this study concludes that all the established religions in Indonesia essentially share the same notion of religious moderation, yet it is articulated in different terms. Wiwik SetiyaniMasitah EffendiSodik Okbaevich YuldashovThe Sawangan community is one of the references in building harmony between religious people. Local Traditions have made it a symbol of community identity as well as a unifying relationship between religions. This article will explain the local traditional values of the Sawangan community. The research method was carried out by in-depth interviews. Peter L. Berger's theory becomes an analytical tool in finding the process of internalizing local traditions in a plural society. The object of the research was carried out at the Sawangan Magelang location. The research finding is that the diversity of the community can inspire because, from upstream to downstream, there are synergies in building communities through local traditions. Friction between communities can be addressed quickly and responsively. People get comfort in carrying out activities through various cultural arts activities. Various religious backgrounds are united in the frame of local traditions as well as become the glue between the people. Local traditions internalize in society to create a peaceful society that is tolerant of all religions and beliefs. The spirit of togetherness fosters empathy and sympathy to complement each other in their work so that local traditional values have internalized the Sawangan MardhinaPendidikan merupakan hal yang sangat penting dan diperlukan bagi kehidupan manusia untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Salah satu pendidikan dasar yang wajib diajarkan adalah pelajaran Bahasa Jawa. Akan tetapi, banyak dari peserta didik yang menganggap bahwa pelajaran Bahasa Jawa itu sulit untuk dimengerti bahkan untuk dipahami. Terutama pada materi cerita wayang. Karena banyak dari peserta didik yang menganggap bahwa cerita wayang itu rumit, baik dari penokohan, makna hingga alur ceritanya. Di era digital seperti ini pula, tuntutan untuk menampilkan suatu hal menjadi lebih menarik dan mengikuti perkembangan zaman adalah sebuah keharusan. Dalam konteks permasalahan yang telah dibahas sebelumnya, yang dimaksud dengan mengikuti perkembangan zaman adalah bagaimana seorang pendidik dapat mengajarkan materi pembelajaran itu sesuai dengan abad 21. Dalam hal ini akan dikembangkan media pembelajaran cerita wayang berbasis komik secara online. Penelitian ini menggunakan metode penelitian Research and Development RnD. Metode ini digunakan untuk menghasilkan salah satu produk, yakni media pembelajaran wayang berupa komik online. Penelitian ini menjelaskan mengenai proses tahapan pembuatan media pembelajaran wayang berupa komik online. Langkah pembuatan media tersebut yakni dengan observasi, desain media, pembuatan media, dan validasi/evaluasi media. Selain itu dalam penelitian ini dijelaskan pula mengenai kelebihan dan kekurangan media InayatillahKamaruddin KamaruddinM. Anzaikhan M. AnzaikhanIndonesia is a multicultural country consisting of various religions and ethnic groups. This diversity is unlikely to last long if the concept of Islamic teaching is filled with an exclusive and radical understandings. Moderate in Indonesia is known as religious moderation or Islam Wasathiyah which is understood as a concept of religious understanding that positions itself in the middle or has a middle stand. Moderate Islam in Indonesia came along with the teachings of Islam in the 13th century. According to historians, the content of Islam entering Indonesia has experienced moderation so that it is different from the Islamic teachings in Mecca and Egypt at that time. Yet, it is this difference that made Islam in Indonesia survived and turned to be the dominant religion in the archipelago. The history of moderate Islam in Indonesia begins with the Sufis in Aceh, followed by Walisongo in Java, public figures and Islamic organizations during the fight of independence, and authorities of the Ministry of Religious Affairs in the present days. This article is a result of a library research conducted in a qualitative approach. The method used for study is descriptive analysis toward recent relevant sources within the last 3 years. The result of study showed that the history of moderate Islam in Indonesia historically moves from essential dimension to authoritative one. The essential dimension covers moderate Islam in terms of Islam Wasathiyah middle stand values in various persuasive approaches. Whereas authoritative dimension is referred to the time moderate Islam is taken into the formal forms government programs called “Religious Moderation”. This further penetrates the content of education and feature of national DzikriyahSidik FaujiThe role of Kiai Syakirun in spreading Islam using the wayang kulit as media demonstrated a fairly exciting method. Every Wayang Kulit performance conducted by Kiai Syakirun conveyed meaningful messages, especially regarding religious, social, and cultural life. In his performance, every wayang movement showed a positive message. This spectacular performance lies because the Islamic values and practices used by Kiai Syakirun are more easily captured by the public. In this study, the authors used historical research methods consisting of heuristics, verification, interpretation, and historiography. The theory used in this research is the theory of cultural and religious relevance. The results of this study are in the process of preaching in Tipar Village, Kec. Rawalo, Kab. Banyumas, Kiai Syakirun using shadow puppet media. He recites Quranic verses echoed with songs and explain the wayang characters depicted in human life. Kiai Syakirun's role in spreading Islam in Tipar Village is very influential within his neighborhood. As Kiai Syakirun's influence gradually increased, inhabitants in his community abandoned their customs, such as worshiping trees and eating wild boars as side dishes. All their habits are abandoned and replaced by worship, praying and, reciting the Koran, eating by relying on natural products such as vegetablesSiska Dyah PertiwiCindy TaurustaMohammad SuryawinataYulian FindawatiIndonesia has a very diverse culture. As in Java, many people still use Javanese language and have their own special art namely wayang. Many people now do not know about who the puppet characters, education has an important role to develop the potential and character of children. Fun learning media is needed by students. This research uses library study methods and interview to elementary school teachers. This game covers Javanese language subjects in grade 3-5, especially discussing material about puppet characters. Materials used under the 2013 Curriculum. This game has 3 level stages. In each game, players must collect 3 puppet after which the player will get the final score and also information about the puppets material adjusted to the level of Class. Also conducted 4 test with an average percentage of 98% and get a good response. Reno WikandaruLasiyo LasiyoSuminto A. SayutiThis study aims to find and critically analyze the first principle of harmony in the wayang performance’s concept of pathet. The wayang performance’s concept of pathet as a material object which is analyzed from the perspective of the ontology as a formal object. The methodical elements of the study used include interpretation, induction, and deduction, internal coherence, holistic, historical continuity, idealization, comparison, heuristics, inclusive or analogous language, and description. The results of the study indicate that pathet is a concept that has an important position in the performance of wayang. Philosophically, pathet has many function and meaning. First, pathet is a representation of the structure of wayang performances. Second, pathet is the reference to the sound space in musical instruments. Third, pathet is the atmosphere builder or atmosphere of wayang performances. Fourth, pathet is a guide to the mastermind in building the aesthetic of wayang performance. Pathet, in addition, to have a function also consist of philosophical meaning. First, pathet as an aesthetic manifestation in puppet shows. Second, pathet is a symbol of the stages in human life. Third, pathet as a representation of the cosmic cycle. The investigation of pathet from the perspective of ontology yields the following conclusions. First, the concept of pathet is a representation of the concept of harmony in wayang performance. “Rasa” is the first principle of harmony in the wayang performance’s concept of pathet. This “rasa” has a spiritual dimension so that the ontology of harmony, in this case, is spiritualism. The dynamics of harmony moves with the law of “empan papan”, towards the ultimate goal of reality, namely the perfection of life. Ontology of harmony in the pathet of wayang performances shows monistic-spiritualistic Kebudayaan Indonesia. Jakarta PT Raja Grafindo PersadaMuklis PaeniPaEni, Muklis. 2009. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Jakarta PT Raja Grafindo Kulit sebagai media penyebaran agama IslamMarina PuspitasariPuspitasari, Wayang Kulit sebagai media penyebaran agama Islam. SurakartaUNS.
\n\n\n pertunjukan wayang tersebut mampu bertahan sampai sekarang karena
Jepin Paguyuban ini sudah cukup lama terbentuk dan mampu bertahan hingga sekarang serta tetap diminati oleh masyarakat. Tidak dipungkiri bahwa kesenian ini telah mengalami perkembangan dari awal terbentuknya sampai sekarang. Hal tersebut merupakan upaya untuk mempertahankan keberadaan kesenian Jepin agar tetap eksis dan diminati oleh masyarakat. Pertunjukan WayangKali penulis ini tidak akan membahas secara mendalam suatu peristiwa masa lampau, tetapi ingin sedikit membahas tentang perkembangan seni pertunjukan wayang. Seni pertujukan di Indonesia semakin berkembang di era modern ini, perkembangan ini menghasilkan variasi-variasi pertujukan baru. Dengan bermunculannya seni-seni pertunjukan baru di Indonesia menghasilkan budaya yang semakin beragam. Salah satu seni pertunjukan yang layak mendapat sorotan khusus adalah bukan hanya pergelaran yang bersifat menghibur, tetapi juga sarat akan nilai-nilai falsafah hidup. Di dalam cerita wayang, setiap tokohnya merupakan refleksi atau representasi dari sikap, watak, dan karakter manusia secara umum. Sehingga tidak mengherankan pada masa Walisanga, wayang dijadikan sebagai sarana dakwah. Wayang merupakan salah satu seni budaya bangsa Indonesia yang paling populer di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang yang semakin berkembang merupakan media penerangan, media dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta sebagai semakin berkembangnya seni pertunjukan wayang di Indonesia, ternyata juga muncul pro dan kontra. Seni pertunjukan wayang yang sebelumnya sebagai seni fungsional atau seni masyarakat berubah menjadi bentuk seni komersial dan menjadi barang dagangan yang mempunyai nilai ekonomi. Sedangkan isi atau nilai-nilai dalam karya seni yang berhubungan dengan kerohanian bergeser atau diganti oleh isi zaman terdapat pro-kontra dalam perkembangan wayang di Indonesia, dan semakin berkurangnya kepeduliaan generasi masa sekarang terhadap eksistensi wayang. Namun harus diakui wayang masih sebagai salah satu seni pertunjukan yang paling menonjol di Indonesia. Hingga saat ini wayang telah berkembang menjadi beragam variasi pertunjukan Pertunjukan Wayang di Era ModernSelama berabad-abad, budaya wayang berkembang menjadi beragam jenis. Kebanyakan jenis-jenis wayang itu tetap menggunakan Mahabarata dan Ramayana sebagai induk ceritanya. Jika pada masa klasik wayang hanya terdapat beberapa varian, pada masa modern ini berkembang menjadi bermacam-macam varian. Yang isinya pun tidak hanya berupa nilai-nilai kerohanian, namun berkembang mengikuti perkembangan perkembangan pewayangan periode modern, bermunculan wayang-wayang jenis baru seperti wayang suluh, wayang wahyu, wayang gedog, dan wayang kancil. Bermunculannya wayang-wayang jenis baru ini membawa suatu iklim baru di dalam dunia pewayangan. Seni pertunjukan wayang yang tadinya hanya dalam lingkup cerita Mahabrata dan Ramayana, menjadi semakin bervariasi. Contohnya adalah Wayang Suluh dan Wayang Pancasila yang menceritakan sejarah perjuangan bangsa. Yang menampilkan para pahlawan nasional sebagai lakon dalam pertunjukan wayang wayang di Indonesia tidak serta merta berasal dari kisah asli Indonesia. Pada masa modern ini juga berkembang pertunjukan wayang yang bersumber dari kisah-kisah yang berasal dari luar Indonesia. Wayang tersebut dikenal sebagai wayang Potehi, yang merupakan wayang yang menceritakan kisah-kisah yang berasal dari dataran jenis wayang ini juga dipengaruhi oleh keadaan budaya daerah setempat, misalnya Wayang Kulit Purwa, yang berkembang pula pada ragam kedaerahan menjadi Wayang Kulit Purwa khas daerah, seperti Wayang Cirebon, Wayang Bali, Wayang Betawi, Wayang Banjar, dan lain wayang di Indonesia sendiri sempat mengalami masa keterpurukan pada masa pendudukan Jepang tahun 1942 sampai 1945. Saat itu budaya wayang mengalami masa suram. Kontrol dan pengawasan yang ketat terhadap para dalang dan pergelerannya oleh Keimin Bunka Sidosho, Badan Urusan Kebudayaan Pemerintah Pendudukan Jepang. Pada masa itu dalang sering dikumpulkan untuk dibina tentang cita-cita Asia timur raya. Pementasan wayang juga selalu diawasi oleh intel tetapi penyebab utama keterpurukan budaya wayang pada adalah keadaan ekonomi yang terpuruk, hal ini menyebabkan tidak ada orang yang mempunyai dana untuk menyelenggarakan wayang. Akibat dari keterpurukan ekonomi ini, sebagian dalang terpaksa beralih kemerdekaan seni wayang mulai bangkit dari keterpurukan. Sekitar tahun 1955-an Sukarno membuat tradisi yang membawa angin segar bagi budaya wayang. Secara berkala ia menyelenggarakan pertunjukan wayang kulit purwa di Itana Negara, mengundang seniman-seniman wayang terkenal seperti Rusman, Darsi dan Surana dari Surakarta datang ke Jakarta untuk menari di hadapan tamu besar dari negara G30S/PKI sempat membuat kesenian Wayang menjadi makin surut kembali. Sebagian dalang dan seniman dilarang untuk mementaskan pertunjukan pewayangan lantaran banyak dari mereka tersangkut dalam organisasi terlarang, baik Lekra, Pemuda Rakyat, Maupun PKI. Akibat lain dari peristiwa tersebut pertunjukan wayang di beberapa daerah sulit mendapatkan izin menyelenggarakan pagelaran kesenian wayang yang semakin surut, usaha pelestarian kesenian wayang pun dilakukan antara lain dengan pembentukan organisasi-organisasi pewayangan dan pedalangan, serta usaha lain. Pekan wayang wong pernah diadakan di Jakarta pada akhir tahun 1971. Persatuan Pedalangan Indonesia PEPADI dibentuk untuk menghimpun para dalang sehingga mereka dapat saling bertukar pengalaman. Ada lagi organisasi dalang lainnya, yaitu pada tahun 1975 telah berdiri Sena Wangi Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia yakni sebuah organisasi sosial budaya yang bergerak dalam pelestarian dan pengembangan wayang. Sena Wangi bertujuan untuk mengkoordinasikan semua kegiatan pewayangan oleh organisasi, yayasan, maupun lembaga yang bergerak dalam bidang pewayangan dan seni itu, setiap lima tahun sekali menyelenggarakan Pekan Wayang Indonesia, dengan kegiatan utama Kongres Sena Wangi, pagelaran wayang, pameran dan dunia Wayang di Era ModernWayang Kulit Purwawayang PurwaWayang kulit purwa merupakan jenis wayang yang paling populer di masyarakat sampai saat ini. Wayang kulit purwa mengambil cerita dari kisah Mahabarata dan Ramayana. Peraga wayang yang dimainkan oleh seorang dalang terbuat dari lembaran kulit kerbau atau sapi yang dipahat menurut bentuk tokoh wayang dan kemudian disungging dengan warna warni yang mencerminkan perlambang karakter dari sang tokoh. Pergelaran wayang kulit purwa diiringi dengan seperangkat gamelan, sedangkan penyanyi wanita yang menyanyikan gending-gending tertentu, disebut pesinden atau pergelaran wayang kulit selalu dilakukan pada malam hari, semalam suntuk. Baru mulai tahun 1930-an beberapa dalang mulai mempergelarkan wayang ini pada siang hari. Kemudian, sejak tahun 1955-an beberapa orang dalang muda memprakarsai pemampatan waktu menjadi sekitar empat KlitikWayang KlitikWayang ini terbuat dari kayu pipih yang dibentuk dan disungging menyerupai wayang kulit purwa. Hanya bagian tangan peraga wayang yang bukan terbuat dari kayu pipih, melainkan terbuat dari kulit, agar lebih awet dan ringan menggerakannya. Pada wayang klitik , cempuritnya merupakan kelanjutan dari bahan kayu pembuatan wayangnya. Wayang ini diciptakan pada tahun wayang klitik juga diiringi oleh gamelan dan pesinden, tetapi tidak menggunakan kelir, sehingga penonton dapat melihat secara langsung. Selain itu, wayang klitik tidak ditancapkan di pelepah pisang seperti wayang kulit, melainkan menggunakan kayu yang telah diberi Orang / Wongwayang wong/orangWayang orang adalah seni drama tari yang mengambil cerita Ramayana dan Mahabarata sebagai induk ceritanya. Dari segi cerita, wayang orang ini, adalah perwujudan drama tari dari wayang kulit purwa. Pada awalnya, yaitu pertengahan abad ke-18, semua penari wayang orang adalah penari pria, tidak ada penari wanita. Jadi, pertunjukan ini agak mirip dengan ludruk yang ada di jawa orang diciptakan oleh Kangjeng Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I 1757-1795. Pertama kali wayang orang dipentaskan secara terbatas pada tahun 1760. Namun, baru pada masa pemerintahan Mangkunegara V pertunjukan wayang orang lebih memasyarakat, walaupun masih tetap terbatas dinikmati oleh kerabat keraton dan para masa pemerintahan Mangkunegara VII 1916-1944 kesenian wayang orang mulai diperkenalkan pada masyarakat di luar tembok keraton. Penyelenggaraan pertunjukan wayang orang secara komersial baru dimulai pada tahun 1922, dengan tujuan awal yaitu untuk mengumpulkan dana bagi kongres kebudayaan. Pada awalnya, pakaian para penari wayang orang masih sederhana. Sejalan dengan perkembangan wayang orang, kemudian muncullah gerak-gerak tari baru yang diciptakan oleh para seniman pakar tari keraton. Gerak tari baru tersebut antara lain, sembahan, sabetan, lumaksono, ngombak kayu, dan Gedogwayang gedogWayang gedog diciptakan oleh Sunan Giri untuk menceritakan Panji, yang merupakan cerita raja-raja Jenggala, mulai dari Prabu Sri Ghataya Subrata sampai dengan Panji Kudalaleyan. Bentuk wayang gedog ini mirip dengan bentuk wayang purwa, tetapi pada tokoh-tokoh rajanya tidak digunakan gelung supit urang. Pada wayang gedog, tidak ditemukan wayang raksasadan wayang kera. Semua wayang menggunakan kain kepala yang disebut hudeng Golekwayang golekGolek berarti “boneka” atau “mencari”. Hubungan antara kedua arti ini ialah dalam pengertian bulat, berkeliling, boneka adalah “bulat” dan mencari adalah berkeliling untuk mendapatkan sesuatu. Oleh karena itu, bentuk boneka wayang ini bulat, boneka ini terbuat dari kayu tetapi kebanyakan memakai kain dan jubah baju panjang.Banyak orang menyebut wayang ini dengan wayang tengul. Sumber ceritanya diambil dari sejarah, misalnya Untung Surapati, Batavia, Sultan Agung, Trunajaya, dan lain sebagainya. Wayang golek tidak menggunakan kelir seperti pada wayang Golek Menakwayang golek menakWayang Golek Menak atau yang juga disebut Wayang Tengul, juga menggunakan peraga wayang berbentuk boneka kecil. Selain berupa golek, Wayang Menak juga ada yang dirupakan dalam bentuk kulit. Wayang ini diciptakan oleh Ki Trunadipa, seorang dalang dari Baturetno, Surakarta, pada zama pemerintahan Mangkunegoro VII. Induk ceritanya bukan diambil dari Kitab Ramayana dan Mahabarata, melainkan dari Kitab Menak. Latar belakang cerita Menak adalah negeri Arab, pada masa perjuangan Nabi Muhammad SAW menyebarkan agama Suketwayang suketWayang suket merupakan bentuk tiruan dari berbagai figure wayang kulit yang terbuat dari rumput Jawa suket. Wayang suket biasanya dibuat sebagai alat permainan atau penyampaian cerita pewayangan pada anak-anak desa di Jawa. Untuk membuatnya, beberapa helai daun rerumputan dijalin, lalu dirangkai dengan melipat membentuk figur serupa wayang kulit. Karena bahannya dari rumput, maka wayang ini biasanya tidak bertahan Suluhwayang suluhPementasan wayang suluh ini biasanya untuk penerangan masyarakat. Wayang ini tergolong wayang modern. Wayang ini terbuat dari kulit yang diberi pakaian lengkap lazimnya manusia, dan gambarnya pun mirip manusia. Cerita dari wayang suluh ini diambil dari kisah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah. Diantara tokoh peraganya, antara lain terdapat Bung Karno, Bung Hatta, Bung Tomo, Syahrir, dan Jenderal tokoh pada wayang suluh berpakaian serupa pakaian yang sebenarnya, misalnya Bung Karno dan Bung Hatta mengenakan jas dan peci. Tokoh-tokoh wayangnya pun ditancapkan pada batang pisang. Gunungan yang dipakai pada wayang itu antara lain tergambar garuda Pancasila, lambang negara Pancasilawayang pancasilaWayang pancasila adalah cerita wayang mirip wayang purwa. Bedanya, tokoh-tokoh dalam wayang ini adalah pejuang-pejuang bangsa Indonesia, dan cerita dari wayang tersebut juga tentang perjuangan bangsa Indonesia. Wayang ini bertujuan untuk meningkatkan rasa nasionalime para Potehiwayang potehiWayang Potehi merupakan seni pertunjukan wayang yang berasal dari Tiongkok, tepatnya Tiongkok Selatan. Diperkirakan wayang Potehi sudah berumur 3000 tahun. Kesenian wayang ini dibawa oleh etnis Tionghoa yang datang ke Indonesia, kemudian menyebar ke penjuru nusantara. Wayang potehi menceritakan kisah-kisah dari negeri Tiongkok, di antaranya Si Jin Kui, Sam Pek Eng Thay. Wayang Potehi mempunyai ciri yang membedakannya dengan wayang-wayang jenis lain. Pertama, wayang Potehi merupakan wayang boneka yang terbuat dari kain, dalam pertunjukannya sang dalang memasukkan tangan ke dalam wayang tersebut, jadi hampir mirip seperti memainkan boneka tangan. Kedua, Pertunjukan wayang ini tidak diiringi oleh gamelan, melainkan sejenis musik yang disebut gubar-gubar, biola, dan Rizem. 2012. Atlas Tokoh-tokoh Wayang Yogyakarta Diva Press.Mulyono, Sri. Wayang. 1978. Asal usul, Filsafat, dan Masa Depannya Jakarta PT Gunung Agung.Tim Penulis Sena Wangi. 1999. Ensiklopedia Wayang Indonesia Jakarta Sena Wangi.Similar Posts
Dari15 jenis ungkapan itu, hanya 5 jenis yang diunggah dalam makalah ini, yaitu: (1) sesonggan, (2) sesenggakan, (3) wewangsalan, (4) sloka, dan (5) raos ngempelin. 3.2 Transformasi Kearifan Lokal dalam Lakon Wayang Bali. Ungkapan-ungkapan lisan Bali dalam wayang yang dimanfaatkan oleh sang dalang, baik secara langsung maupun melalui dialog
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Permasalahan wayang kulit terancam punah akhir-akhir ini muncul melalui media massa. Dunia seni wayang kulit Indonesia kini menghadapi problem yang serius. Bukan terkait jumlah dalang, tapi jumlah penonton kian lama kian menyusut. kalau dari segi jumlah dalang, kita mencukupi. Kita mempunyai perguruan tinggi yang mempunyai jurusan pedalangan, sanggar wayang di seluruh Indonesia. Saat ini jumlah dalang hampir 2000-an, tapi penonton makin sedikit Suparmin Sunjoyo, 2012. Kami sangat prihatin akan kondisi ini, wayang yang merupakan warisan budaya dari nenek moyang kita, yang seharusnya kita jaga dan lestarikan malah ditinggalkan. Oleh karena itu kami mengangkat tema Perkembangan Wayang hingga Saat IniBerdasarkan sejarah, wayang sudah ada sejak Jawa Kuno sebelum agama Hindu masuk. Diperkirakan pertunjukan wayang pada awalnya sebagai pemujaan roh leluhur. Menurut Hazeu, masyarakat Jawa Kuno sering menghormati arwah nenek moyang dengan membuat gambar yang menyerupai bayangan nenek moyang. Gambar "dijatuhkan" pada kelir yang dilakukan oleh seorang shaman atau disebut dalang pada jaman sekarang Soetarno dan Sarwanto, 2010 5-7. Kesenian wayang sudah ada sekitar 1500 SM, pada perkembangan berikutnya masuklah kisah Mahabarata dan Ramayana dari pengaruh Hindu. Lambat laun mengalami asimilasi yang sempurna sehingga membentuk kultur baru sebagai Mahabarata Jawa, yang sekarang dikenal dengan sebutan wayang kulit purwa Wahyudi dalam Haryono, 2009 53. Selama berabad-abad, budaya wayang berkembang menjadi beragam jenis. Kebanyakan jenis-jenis wayang itu tetap menggunakan Mahabarata dan Ramayana sebagai induk ceritanya. Jika pada masa klasik wayang hanya terdapat beberapa varian, pada masa modern ini berkembang menjadi bermacam-macam varian. Yang isinya pun tidak hanya berupa nilai-nilai kerohanian, namun berkembang mengikuti perkembangan perkembangan pewayangan periode modern, bermunculan wayang-wayang jenis baru seperti wayang suluh, wayang wahyu, wayang gedog, dan wayang kancil. Bermunculannya wayang-wayang jenis baru ini membawa suatu iklim baru di dalam dunia pewayangan. Seni pertunjukan wayang yang tadinya hanya dalam lingkup cerita Mahabrata dan Ramayana, menjadi semakin bervariasi. Contohnya adalah Wayang Suluh dan Wayang Pancasila yang menceritakan sejarah perjuangan bangsa. Yang menampilkan para pahlawan nasional sebagai lakon dalam pertunjukan wayang tersebut Shodiq Rifai, 2016 Deskripsi WayangWayang adalah suatu bentuk pertunjukan tradisional yang disajikan oleh seorang dalangdengan menggunakan boneka atau sejenisnya sebagai alat pertunjukan. Wayang adalah seni pertunjukan asli Indonesia yang berkembang pesat di Pulau Jawa dan Bali. Pertunjukan ini juga populer di beberapa daerah seperti Sumatera dan Semenanjung Malaya juga memiliki beberapa budaya wayang yang terpengaruh oleh kebudayaan Jawa dan Hindu. Pengertian Wayang adalah seni pertunjukan berupa drama yang khas. Seni pertunjukan ini meliputi seni suara, seni sastra, seni musik, seni tutur, seni rupa, dan lain-lain. Ada pihak beranggapan, bahwa pertunjukan wayang bukan sekedar kesenian, namun juga mengandung lambang-lambang keramat. Sejak abad ke-19 hingga sekarang, wayang telah menjadi pokok bahasan dan dideskripsikan oleh para filosofis, pengertian wayang adalah bayangan, gambaran atau lukisan mengenai kehidupan alam semesta. Di dalam wayang digambarkan bukan hanya mengenai manusia, tetapi kehidupan manusia dalam kaitannya dengan manusia lain, alam, dan Tuhan. Wayang merupakan warisan budaya nusantara sekaligus warisan budaya dunia atas pengakuan UNESCO yang menetapkan wayang sebagai world herritage pada 7 Nopember 2003. Namun demikian, pengakuan tersebut belum direspon oleh negara dalam mengembangkan dan melestarikan wayang sebagai budaya tradisi. Alhasil, wayang semakin ditinggalkan generasi muda yang lebih gandrung dengan budaya pemerhati kebudayaan menyimpulkan bahwa negara telah melakukan pembiaran terhadap budaya lokal. Penetrasi budaya massa dari luar yang ditopang kekuatan kapital menjadikan budaya lokal kian terpinggirkan. Beliau juga mengatakan bahwa kondisi negara untuk kebudayaan seperti pertunjukan wayang sangat memperhatinkan dan negara juga tidak melakukan proteksi yang jelas tentang pertunjukan wayang tersebut. Seni tradisi budaya lokal seperti wayang menghadapi kondisi yang memprihatinkan dari sisi pendanaan. Seniman wayang diharuskan berjuang sendiri untuk menghidupi kesenian lokal yang telah mengakar di masyarakat ini. Kendati berbagai inovasi wayang dilakukan oleh para seniman dengan munculnya wayang super, wayang kampung sebelah, wayang OHP, wayang layar lebar namun hasil kreativitas tersebut tidak mampu menarik generasi muda terhadap wayang. Selain minimnya dukungan dari negara, beliau juga menilai kreasi dan inovasi wayang untuk mendekatkan wayang ke publik lewat kreator wayang juga masih sangat rendah. Oleh karena itu, inovasi dan kreasi wayang sangat dibutuhkan agar wayang tidak ditinggal penonton serta perlu adanya regenerasi penonton wayang. Beliau pun menegaskan jika tidak maka wayang kehilangan stakeholder Trenggono, 2013 Tantangan Pertunjukan Wayang yang Harus dihadapi Saat Ini1. Jenjang karir dalangKalau dari segi jumlah dalang, kita mencukupi. Kita mempunyai perguruan tinggi yang mempunyai jurusan pedalangan, sanggar wayang di seluruh Indonesia. Saat ini jumlah dalang hampir 2000-an, tapi penonton makin sedikit Suparmin Sunjoyo, 2012. Melihat fenomena tersebut disebutkan bahwa tersedianya sekolah dalang dan jumlah dalang hampir 2000-an, namun tetap saja sepi pengunjung. Penulis menilai jenjang karir dalang memang bukan masalah yang paling utama dalam terancamnya wayang kulit untuk punah, namun harus menjadi perhatian agar kedepan profesi dalang merupakan profesi yang mampu mengangkat citra bahwa dalang juga sebagai profesi yang menjanjikan. 1 2 3 Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Pertunjukanwayang mampu bertahan sampai sekarang, karena.. pilihannya a. Ceritanya selalu berkembang menyesuaikan kondisi masyarakat setempat b. Isi ceritanya banyak menyadur dari ceritera mahabarata dan ramayana c. fungsi pertunjukan wayang pada awalnya untuk pemujaan arwah nenek moyang e.
â€ș Kendati telah berusia ribuan tahun, wayang masih bertransformasi mengikuti dinamika zaman. Itu sebabnya wayang dapat terus relevan dengan kehidupan masa kini. Kompas/Hendra A Setyawan Sejumlah wayang kulit, wayang golek, dan wayang suket dipamerkan dalam pameran bertajuk ”Wayang Rupa Kita” di Bentara Budaya, Jakarta, Sabtu 20/11/2021. Pameran yang berlangsung hingga 4 Desember 2021 ini menampilkan wayang koleksi Bentara Budaya. Pameran bertujuan sebagai bentuk upaya Bentara Budaya untuk menjaga tradisi dan kebudayaan KOMPAS — Anggapan bahwa wayang adalah kebudayaan yang kuno dan kaku tidak tepat. Menurut catatan sejarah, wayang bertransformasi mengikuti dinamika zaman, baik dari segi bahasa lisan maupun media mendalang. Wayang diyakini tetap bisa relevan dengan konteks kehidupan ini mengemuka pada acara bincang wayang berjudul ”Pesona Indonesia” yang disiarkan Radio Sonora, Jumat 26/11/2021. Acara tersebut merupakan bagian dari rangkaian pameran Wayang Rupa Kita yang digelar di Bentara Budaya Jakarta pada 19 November hingga 4 Desember 2021. Kurator wayang di pameran tersebut sekaligus dalang, Nanang Hape, mengatakan, anak muda kerap dihakimi sebagai generasi yang berjarak dengan wayang dan tradisi. Padahal, jarak itu ada karena anak muda kerap terkendala bahasa pedalangan, bukan karena tidak tertarik pada wayang.”Mereka tidak dekat dengan wayang karena tidak paham dengan bahasanya, tidak punya cukup waktu untuk menonton pertunjukan wayang semalam suntuk, dan sebagainya,” kata GANDHAWANGI Nanang Hape, kurator wayang di pameran Wayang Rupa Kita di Bentara Budaya Jakarta, Selasa 23/11/2021.Itu sebabnya, ia berupaya membuat pertunjukan wayang dengan sejumlah penyesuaian, baik dari segi bahasa, durasi, maupun ritme. Ia juga membuat siniar podcast di Spotify untuk menyampaikan dongeng wayang. Setidaknya ada 15 judul siniar berdurasi 2-10 menit yang telah diunggah. Siniarnya bertajuk ”Dongeng Wayang”.Baca juga Wayang, Media Belajar Filosofi KehidupanTransformasi wayang juga terjadi beberapa abad silam. Nanang mengisahkan, pada masa kerajaan Kediri, wayang masih menggunakan bahasa Jawa Kuna. Bahasanya berubah menjadi bahasa Jawa baru sekitar masa Kerajaan Demak, setelah Majapahit itu menunjukkan fleksibilitas wayang dalam menghadapi perkembangan zaman. Fleksibilitas itu juga membuat wayang dapat bertahan sejak keberadaannya tercatat di abad ke-4 hingga kini di abad ke-21.”Wayang berkembang dan beradaptasi pada setiap zaman. Yang berubah biasanya adalah media ungkapnya. Sementara teks-teks rujukannya masih bertahan hingga sekarang,” ucap GANDHAWANGI Bayangan sejumlah wayang pada pameran Wayang Rupa Kita di Bentara Budaya Jakarta, Kamis 18/11/2021. Pameran ini dibuka untuk umum pada 19 November hingga 4 Desember 2021. Ada lebih dari 120 wayang yang ditampilkan dalam 17 adegan teknologi menjadi tantangan sekaligus peluang. Kisah wayang dapat disampaikan ke publik dengan berbagai cara dan format, tidak melulu dengan pertunjukan semalam suntuk. Wayang dapat disampaikan pula dalam bentuk novel, cerpen, lukisan, tarian, dan juga bisa dikembangkan menjadi animasi atau film. Kuncinya, pegiat pewayangan perlu belajar keterampilan-keterampilan baru yang menunjang hal juga Wayang, Media Belajar Filosofi KehidupanSaat dihubungi terpisah, budayawan Sudarko Prawiroyudo mengatakan, pergelaran wayang mesti disesuaikan dengan kondisi masa kini. Format pergelaran wayang semalam suntuk dapat disingkat. Bahasa pedalangan pun dapat diubah menjadi bahasa Indonesia.”Kalau menggunakan format masa dulu, ya, tidak cocok karena semua hal berubah. Ceritanya pun dapat diubah sedemikian rupa sehingga kekininan,” kata Sudarko. ”Sebagai contoh, saya pernah membuat pergelaran wayang dengan gamelan, terompet, dan lampu. Itu menyenangkan buat ditonton. Pergelaran itu saya buat bersama Ki Manteb Soedarsono pada 1986,” RUKMORINII Bambang Eka Prasetya membawa wayang rusa, figur rusa Sarabha dari cerita relief candi yang baru saja dikisahkannya kepada para siswa TK dan SD Kanisius di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jumat 19/11/2021.”Wayang Rupa Kita”Adapun publik dapat mengenal wayang melalui pameran ”Wayang Rupa Kita” di Bentara Budaya Jakarta. Sedikitnya ada 120 wayang yang ditampilkan. Wayang-wayang itu terbagi dalam 17 tersebut terbuka untuk umum. Publik dapat mengakses pameran ini secara daring di kanal Youtube Bentara Budaya Jakarta. Pameran ini juga dapat dikunjungi secara langsung setiap hari, kecuali Minggu, pada pukul Namun, pengunjung harus melakukan registrasi di laman Bentara Budaya Jakarta terlebih A Setyawan Sejumlah wayang kulit, wayang golek, dan wayang suket dipamerkan dalam pameran bertajuk ”Wayang Rupa Kita” di Bentara Budaya, Jakarta, Sabtu 20/11/2021. Pameran yang berlangsung hingga 4 Desember 2021 ini menampilkan wayang koleksi Bentara Budaya. Pameran bertujuan sebagai bentuk upaya Bentara Budaya untuk menjaga tradisi dan kebudayaan Bentara Budaya Paulina Dinartisti mengatakan, seni tradisi termasuk wayang kerap dianggap tua oleh generasi muda. Mempresentasikan wayang dalam bentuk digital pun diupayakan untuk mengikis jarak generasi tersebut.”Kami berharap seni tradisi dapat terus melembaga dan direspons masyarakat luas, khususnya generasi muda. Sebab, siapa lagi yang akan meneruskan tampuk seni tradisi jika bukan generasi muda?” ucap juga Keteladanan Wayang untuk Membangun Karakter Bangsa EditorAloysius Budi Kurniawan

Wayangmerupakan salah satu media tradisional. Media tradisional adalah media komunikasi yang menggunakan seni pertunjukan tradisional, yang lahir dan berkembang di tengah masyarakat pedesaan.1 Sementara fungsi media tradisional. sendiri adalah sebagai sarana hiburan, sarana pendidikan, sarana kontrol sosial, sarana diseminasi informasi, sarana pelestarian dan pengembangan nilai-nilai budaya

Tradisi wayang di IndonesiaFoto Yovinus Guntur/DWWayang konon berasal dari kata "bayang" atau "ayang-ayang” Jawa yang kurang lebih bermakna bayangan, image, gambar, gambaran, atau imajinasi. Wayang memang sebuah bayangan, gambaran, imajinasi, perlambang, atau simbol atas lika-liku kehidupan nyata umat manusia yang sangat warna-warni. Karakter tokoh-tokoh wayang yang beraneka ragam keras-lunak, pendendam-pemaaf, pemarah-penyabar, licik-jujur, beringas-sopan, dlsb merupakan gambaran atau perlambang karakter manusia di dunia nyata. Karakter wayang yang saya sukai adalah Ontoseno atau Antasena salah satu putra Bimasena yang mendapat julukan "Ksatria edan sakti mandraguna" "ksatria gila tetapi sakti tanpa tanding”. Ia adalah sosok yang ceplas-ceplos, ngomongnya ngoko bahasa Jawa kasar tidak bisa bahasa Jawa halus kerama inggil seperti saudara-saudaranya Gatutkaca dan Ontorejo. Tetapi ia memiliki pribadi dan jiwa yang kuat, jujur, ksatria, sakti, dan pemberani membela kebenaran dan melawan keangkaramurkaan siapapun pelakunya. Wayang di Mancanegara Pertunjukan wayang ini sudah sangat klasik dan menjadi bagian dari tradisi dan budaya berbagai masyarakat dan suku-bangsa di dunia, bukan hanya Indonesia. Selain Indonesia, negara-negara yang cukup akrab dengan dunia seni pertunjukan wayang adalah India, Cina, Mesir, Turki, Nepal, Kamboja, Thailand, Perancis, Yunani, dlsb. Di Yunani, seni wayang ini disebut karagiozis, sedangkan di Turki disebut karagoz dan hacivat atau hacivad. Seni pertunjukan wayang di Turki dipopulerkan oleh rezim Dinasti Turki Usmani Ottoman, yang didirikan oleh Usman Gazi di akhir abad ke-13 M. Pemerintah Turki Usmani dulu menggunakan seni pertunjukkan wayang di seluruh kekuasaannya, termasuk kawasan Timur Tengah dan Yunani. Para elit Muslim rezim Turki Usmani menggunakan wayang sebagai medium untuk mengsosialisasikan program-program pemerintah maupun alat komunikasi dan berinteraksi dengan warga, selain sebagai "hiburan rakyat" tentunya. Sosok "karagoz" melambangkan "kelas bawah""wong cilik" sedangkan "hacivat" menggambarkan "kelas atas" dan "golongan terdidik" "wong gede". Dalam konteks seni wayang kulit Indonesia, sosok "karagoz” ini seperti rombongan "punakawan”, sementara karakter "hacivat” seperti para kesatria dari Amarta atau Alengka. Karena Mesir dulu pernah menjadi daerah kekuasaan Turki Usmani, seni wayang pun ikut-ikutan populer di negeri Piramida ini. Di Mesir, sosok atau karakter "karagoz” disebut "aragoz” yang masih dimainkan hingga kini. Aragoz, yang selalu mengenakan topi khas warna merah disebut "tartour”, merupakan lambang rakyat kecil dan selalu melontarkan kritik-kritik sosial yang cerdas dan bernas dengan gaya banyolan ala Abu Nawas di Abad Pertengahan Islam. Turki Usmani bukan satu-satunya agen yang memperkenalkan seni wayang di Mesir. Dinasti Fatimiyah, di abad ke-10 M, dikabarkan juga memperkenalkan seni wayang. Bahkan sebagian sumber menyebut seni wayang sudah ada sejak zaman Mesir Kuno. Muhammad Ibnu Daniel al-Mousilli di abad ke-13 M, pernah menulis dan mendokumentasikan sejarah seni pertunjukan wayang di Mesir dan Timur Tengah pada umumnya dalam sejumlah kitabnya seperti Taif al-Khayal, Ajib wa Gharib, dan al-Moutayyam. Untuk melestarikan seni wayang ini, pemerintah Mesir bahkan sampai mengirim sejumlah seniman untuk belajar seni pertunjukan wayang di berbagai negara. Di antara mereka adalah Salah Al-Saqa, Ibrahim Salem, Mustafa Kamal, Ahmad Al-Matini, Kariman Fahmi, dan Asal-Usul Wayang di Indonesia Jika di Mesir jenis wayang yang populer adalah wayang golek terbuat dari kayu, di Indonesia ada cukup banyak jenis wayang, baik yang populer maupun bukan. Selain wayang golek, ada wayang kulit, wayang klitik, wayang orang, wayang potehi yang ini berasal dari Tiongkok, wayang suket wayang ini dipopulerkan oleh almarhum Ki Slamet Gundono, wayang menak, wayang cupak, wayang gedog/wayang topeng, wayang beber, wayang sadat, wayang wahyu, dlsb. Dari sekian banyak jenis wayang tersebut, tiga di antaranya, yaitu wayang kulit, wayang golek, dan wayang klitik mendapat predikat sebagai "Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity”. Predikat ini diberikan oleh UNESCO pada tahun 2003. Dengan anugerah atau predikat ini, UNESCO memberi "mandat” pada pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk bersama-sama memelihara, melestarikan, dan bahkan mengembangkan dan memajukan tradisi dan seni adiluhung ini. Ada sejumlah pendapat tentang asal-usul wayang di Indonesia, khususnya untuk jenis wayang kulit. Ada yang menyebut dipengaruhi oleh kebudayaan India tetapi ada pula yang mengatakan bahwa seni wayang kulit ini merupakan bagian dari "local genius” leluhur Nusantara, khususnya Jawa pendapat ini dikemukakan oleh beberapa sejarawan Belanda seperti Hazeu dan Brandes. Dari manapun asal mulanya, pertunjukan seni wayang sudah cukup tua di Nusantara. Misalnya, sekitar abad 9 M, ditemukan Inskripsi Jaha, dikeluarkan oleh Maharaja Sri Lokapala dari Kerajaan Medang di Jawa Tengah, yang menyebutkan tentang sejumlah pertunjukan seni, termasuk perwayangan. Kemudian pada abad ke-10 M ditemukan sebuah inskripsi "Si Galigi Mawayang" yang berarti "Tuan Galigi Bermain Wayang”. Sudah tentu, khususnya dalam seni wayang kulit, kisah-kisah Mahabharata dan Ramayana ala India menjadi salah satu tema populer dalam seni perwayangan di Indonesia. Tetapi dalam perkembangannya, sumber inspirasi pertunjukkan seni wayang itu sangat kaya dan beraneka ragam, bukan hanya dipengaruhi oleh cerita-cerita ala Hindu India saja tetapi juga dari sumber-sumber lain, misalnya, Serat Menak, sejarah keislaman, dan kisah-kisah kehidupan manusia sehari-hari. Tokoh-tokoh wayang pun beraneka ragam dan banyak yang berciri khas lokal Nusantara. Serat Menak tidak jelas siapa penulisnya dan kapan terbitnya tetapi populer di Jawa dan Lombok adalah sebuah karya sastra fiksi agung yang konon diinspirasi oleh karya sastra Melayu, Hikayat Amir Hamzah yang merupakan terjemahan dari sebuah karya sastra yang ditulis di zaman Khalifah Harun al-Rasyid w. 809 di abad ke-8/9 M. Yang dimaksud dengan Amir Hamzah atau Raja Hamzah dalam Serat Menak dan Hikayat Amir Hamzah adalah Hamzah bin Abdul Muttalib w. 625, salah seorang paman Nabi Muhammad w. 632 yang gagah perkasa dalam membela dan menyebarkan Islam di abad ke-7 M. Dari cerita Serat Menak inilah kemudian lahir sejumlah jenis wayang seperti wayang golek menak atau wayang orang menak, khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Barat, yang isi atau alur ceritanya menggambarkan lika-liku dakwah Islam dan perjuangan menegakkan masyarakat bermoral seperti yang dilakukan oleh "Amir Hamzah”. Wayang Bukan Hanya Sebagai Tontonan Tapi Juga Tuntunan Karena wayang dianggap sebagai tradisi positif serta medium yang cukup efektif untuk menyampaikan pesan-pesan moral ke masyarakat, maka para ulama dan Walisongo dulu, elit Muslim Turki Usmani, raja-raja Islam Jawa, dlsb ikut mempraktekkan dan memopulerkan seni wayang ini. Dengan kata lain, oleh mereka, wayang bukan hanya sebagai "tontonan” atau hiburan masyarakat saja tetapi juga "tuntunan” atau pedoman hidup agar masyarakat menjadi lebih baik, mulia, bermoral, dan Sumanto al QurtubyFoto S. al Qurtuby Saya sendiri adalah penggemar berat wayang, khususnya wayang kulit. Saya juga suka dengan wayang golek. Beberapa dalang favorit saya adalah Ki Nartosabdo, Ki Hadi Sugito, Ki Timbul Hadi Prayitno, Ki Anom Suroto, Ki Manteb Sudarsono, Ki Sugino Siswocarito, dan Ki Seno Nugroho. Untuk wayang golek, Ki Asep Sunarya Jawa Barat dan Ki Rohim Jawa Tengah adalah "dalang idola” saya. Sayang, sebagain besar dalang senior dan sepuh yang piawai sudah almarhum. Dalang piawai yang masih tergolong muda seperti Ki Seno Nugroho dan Ki Enthus Susmono juga sudah meninggal. Meskipun begitu saya melihat di YouTube ada sejumlah dalang muda yang sangat berbakat seperti Ki MPP Bayu Aji Pamungkas putra Ki Anom Suroto atau Ki Sigit Ariyanto. Ada lagi sejumlah "dalang cilik” seperti Ki Yusuf Ansari. Ini tentu cukup menggembirakan. Islam, Seni, dan Budaya Almarhum KH Abdurrahman Wahid Gus Dur pernah mengatakan kalau Islam hadir bukan untuk "mengislamankan tradisi dan budaya lokal" tetapi untuk "memberi nilai" atas tradisi dan budaya setempat itu agar tidak melenceng dari nilai-nilai dan norma-norma keislaman dan kesusilaan. Jika tradisi dan budaya lokal itu sudah sangat baik, positif, bernilai, dan bermoral, serta bermanfaat untuk masyarakat banyak, maka Islam tidak mempermasalahkannya, dan bahkan turut memelihara dan menyerapnya karena memang "sudah Islami". Itulah yang dilakukan oleh Walisongo, para ulama NU, dan tokoh-tokoh muslim lainnya di Nusantara, dulu maupun kini. Mereka tidak mempermasalahkan wayang karena dianggap sebagai tradisi positif. Gus Dur bahkan salah satu tokoh muslim yang menjadi penggemar berat wayang dan sering menonton wayang maupun menanggap dalang-dalang legendaris. Bagi saya, wayang bukan hanya penting untuk dilestarikan tetapi juga penting untuk dikembangbiakkan sebagai sarana tontonan yang menghibur dan medium tuntunan yang bermanfaat. Kalau wayang diharamkan karena dianggap sebagai warisan sejarah dan tradisi/budaya pra-Islam, bukankah banyak sekali apa yang umat Islam kini "klaim" sebagai "ajaran, tradisi, atau budaya Islam" itu sebetulnya dan sesungguhnya berasal dari tradisi dan kebudayaan pra-Islam seperti dari tradisi/budaya Yahudi, Persi, Arab, Nabatea, dlsb? Beragama, termasuk berislam, tidak cukup hanya dengan berbekal dalil teks ini-itu ayat, hadis, qaul/perkataan ulama tetapi juga perlu bekal wawasan sosial-kesejarahan, ilmu pengetahuan, serta kedewasaan berpikir agar lebih arif dan bijak dalam menyikapi pluralitas dan kompleksitas femonena sosial yang terjadi di masyarakat. Sumanto Al Qurtuby Pendiri dan Direktur Nusantara Institute; Pengajar King Fahd University of Petroleum & Minerals, anggota Dewan Penasehat Asosiasi Antropologi Indonesia Pengda Jawa Tengah *Setiap tulisan yang dimuat dalam DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.
Ditengah himpitan kemajuan zaman, pria berumur 30 tahun itu, terus bertahan mempertahankan warisan, serta tradisi sebagai dalang dan pengrajin wayang golek Betawi. YOGI WAHYU PRIYONO. Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Pepatah tersebut melekat pada sosok Reza Purbaya. Darah seni sudah mengalir pada Reza Purbaya.

Jawaban Pertunjukan wayang bertahan sampai sekarang karena wayang merupakan salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia. Wayang dianggap memiliki nilai sangat berharga dalam pembentukan karakter dan jati diri bangsa serta peradaban Indonesia. Pembahasan Wayang mulai dikenal dan berkembang di Nusantara sejak 1500 SM sebagai bagian ritual. Wayang dianggap memiliki nilai sangat berharga dalam pembentukan karakter dan jati diri bangsa serta peradaban Indonesia. Dalam perkembangannya wayang merupakan salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan seni perlambang. Wayang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan. Oleh karena itu wayang dianggap memiliki nilai sangat berharga dalam pembentukan karakter dan jati diri bangsa serta peradaban Indonesia.

JANGERadalah sebuah Drama Tradisional yang hidup dan berkembang di Kabupaten Banyuwangi hingga sekarang. Konon Janger ini adalah bentuk adaptasi dari Langendriyan yang dikembangkan Penguasan Mataram saat menguasai Blambangan. Bentuknya sangat unit, karena penampilan pisik dan musiknya seperti Drama Gong Bali. Termasuk dengan tarian pembukanya. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Indonesia memiliki banyak tradisi dan budaya yang beragam, bermakna, dan unik. Hal ini menjadi tidak heran apabila banyak Indonesianist yang akhirnya penasaran dan membuat riset mengenai budaya Indonesia. Pembahasan kali ini akan didasari salah satu teori yaitu kajian budaya atau cultural studies. Kajian budaya ini merupakan teori yang mendalami konteks keadaan dan kondisi dalam suatu budaya. Hal ini akan sesuai pada pembahasan terkait pertunjukkan wayang dalam menghadapi konteks global dan budaya Pemuda yang pastinya mengalami banyak perspektif baru dan kondisi serta keadaan yang satunya seperti riset yang ditulis oleh Matthew Isaac Cohen dengan judul "Contemporary Wayang in Global Contexts". Matthew Isaac Cohen sudah belajar wayang kulit di jawa hampir 6 tahun lamanya. Pada penelitiannya Cohen menjelaskan tentang bagaimana wayang ditempatkan dalam konteks global yang dimulai pada masa kolonial. Hal ini sangat menarik sebab dari risetnya dapat diketahui sudut pandang budaya wayang di negara luar. Hal ini terlihat dari penjelasan Cohen bahwa pada awal abad 20, wayang juga akan menginspirasi praktisi teater Eropa dan Amerika Cohen, 2007, h. 340. Jadi, tidak heran bagi kita bagaimana wayang mampu berkembang di negara risetnya, Cohen menceritakan salah satu penggemar wayang terbesar di Eropa yang Bernama Edward Gordon Craig yang mengambil fokus masalah yang cukup menarik. Craig mengecam para philologists karena menggambarkan konstruksi wayang tanpa mengacu pada teater fungsionalitas angka terutama gambaran awal Raffles tentang wayang dalam The History of Java Cohen, 2007, h. 342. Hal ini tentu memberi informasi baru yang konteksnya di luar Indonesia tentang bagaimana mereka mengambarkan konstruksi wayang. Cohen juga menjelaskan bagaimana Pandam didorong untuk melakukan pertunjukkan wayang di Amerika Serikat sebagai cara mengkomunikasikan tentang budaya Jawa. Alhasil, Padam berkolaborasi dengan James Brandon untuk memproduksi pertunjukkan wayang kulit dengan mahasiswa Brandon teater asia bahkan bekerja sama dalam meluncurkan buku yang diterbitkan oleh Harvard University Press as On Thrones of Gold Cohen, 2007, h. 352 . Hal ini mengagumkan terkait pertunjukan wayang kulit yang mampu menarik minat di luar Indonesia hingga diterbitkan dalam bentuk buku. Cohen 2007, h. 362 menjelaskan bahwa sampai sekarang masih banyak performers luar Indonesia dengan pengetahuan praktis dan mendalam tentang wayang Jawa dan Bali bahkan tradisi wayang telah diangkut dan ditransformasikan ke luar Indonesia. Riset yang diteliti Cohen ini sangat memberikan pengetahuan luas tentang wayang dari berbagai sudut pandang dunia kepada kita. Cohen membawakan riset ini dengan menarik karena mengkaitkan berbagai perspektif terutama dalam mendalami kondisi serta keadaan seperti dasar teori kajian budaya dan sejarah tentang wayang bahkan penyebarannya ke luar satu riset yang menarik lainnya tentang wayang yang dianalisis oleh Indonesianist bernama Miguel Escobar Varela yang membahas tentang wayang Hip Hop. Hal ini menjadi menarik karena dalam risetnya, ia membahas bagaimana salah satu tradisi pertunjukan tertua di Jawa yaitu Wayang bertemu budaya pemuda wayang Hip Hop yang dianalisis Miguel Escobar Varela menjelaskan pro dan kontranya masing-masing mengenai Wayang Hip Hop. Pada risetnya dijelaskan bahwa perpaduan wayang dan hip hop ini bertujuan untuk menyesuaikan perubahan sosial budaya yang cepat tetapi tetap melestarikan dan tidak menghilangkan aspek etika dan estetika Jawa dalam pertunjukan wayang ini. Hal ini dianggap untuk membangun interaksi secara sengaja dan canggih dari warisan jawa dan musik pemuda global. Wayang hip hop ini juga lebih mengeksplorasi masalah kontemporer dengan penonton dibandingkan pencarian spiritual para pangeran wayang tradisional, tetapi tetap mengandalkan pengetahuan budaya penonton. Wayang hip hop berdasarkan riset ini dinilai mampu menyesuaikan diri dengan berbagai pengaturan penampilan Varela, 2014. Oleh karena itu, Riset yang ditulis Miguel Escobar Varela tentang wayang hip hop ini terasa bagaimana tradisi pertunjukan seperti wayang digabungkan dengan pertunjukan musik di zaman modern dalam rangka untuk menyesuaikan perubahan tanpa melupakan tradisi wayang tersebut. Varela kembali menjelaskan bahwa wayang Hip Hop banyak mendapatkan kontra dan kritikan. Tertulis dalam risetnya bahwa direktur lokal asosiasi wayang Indonesia mengatakan bahwa karakter wayang yang berada dalam lingkup spiritual tinggi, tetapi ketika diwakili dengan Hip Hop, unsur keindahan dan nilai moral tidak ada. Kritik lainnya yang didapatkan adalah bahwa penampilan mereka digambarkan dengan bentuk yang dangkal dan 'mutilasi brutal' Varela, 2014. Bahkan banyak pencinta wayang justru takut bentuk pertunjukan asli wayang memudar menjadi budaya anak muda. Kritikan ini tentu sangat relevan karena budaya dan tradisi asli perlu dipertahankan ketika menghadapi perubahan dua riset tersebut yang dibawakan oleh Matthew Isaac Cohen dan Miguel Escobar Varela tentang salah satu kultur Indonesia berupa Wayang memberikan sejumlah sudut pandang baru. Kedua riset ini dapat saling melengkapi satu sama lain. Hal ini karena dari riset Cohen mampu menjelaskan bagaimana budaya wayang dalam konteks dunia, sedangkan pada riset Varela memberi pengetahuan bagaimana tradisi wayang menghadapi budaya yang 1 2 Lihat Sosbud Selengkapnya
Jadiada wayang yang jumlahnya 350 sampai 400 wayang, ada yang jumlahnya hanya 180 wayag dan ada yang kurang dari 180 wayang. Hal ini karena nama alat musik tersebut nyaris sama dengan alat musik 'sitar', sebuah alat musik tradisional India. Pertunjukan wayang golek ditujukan agar mampu membuat orang-orang bisa terhindar dari
ï»żPertunjukan wayang mampu bertahan sampai sekarang, karena..... pilihannya a. Ceritanya selalu berkembang menyesuaikan kondisi masyarakat setempat b. Isi ceritanya banyak menyadur dari ceritera mahabarata dan ramayana c. fungsi pertunjukan wayang pada awalnya untuk pemujaan arwah nenek moyang e. Pertunjukan wayang banyak digunakan sebagai sarana hiburan dan komunikasi E. pertunjukan wayang banyak digunakan sebagai sarana hiburan dan komunikasi J1cCuF.
  • 5pfwb0zkem.pages.dev/402
  • 5pfwb0zkem.pages.dev/258
  • 5pfwb0zkem.pages.dev/406
  • 5pfwb0zkem.pages.dev/205
  • 5pfwb0zkem.pages.dev/207
  • 5pfwb0zkem.pages.dev/291
  • 5pfwb0zkem.pages.dev/243
  • 5pfwb0zkem.pages.dev/498
  • pertunjukan wayang tersebut mampu bertahan sampai sekarang karena